Rabu, 22 Februari 2012

Mengapa Yang Dihancurkan Yahudi Pertama Kali Adalah Wanita? 5


Seorang psikolog terlihat resah. Ia diberitahu oleh seorang psikolog muslim
yang juga rekannya yang baru saja berhasil menasehati orangtua seorang anak.
Pasalnya mungkin tidak sepele, psikolog muslim itu menerima aduan “unik”
dari orang tua yang memiliki anak berusia tiga tahun.

Rupanya anak ini memiliki kebiasaan tidak lazim. Ia sering terlihat tidak
bisa tenang, mudah meledak dan, juga menyimpan kebiasaan aneh: kerap
menggaruk-garuk (maaf) anusnya. Lalu sebagai seorang psikolog muslim, pada
orangtua si anak, ia mengatakan bahwa tingkah laku anaknya normal. Dengan
ilmum psikologinya, ia menganalisa perangai itu disebabkan karena anak
sedang menjalani sebuah tahap perkembangan seksual yang normal pada masa
anal. “Itu biasa, bu. Tidak usah khawatir,” begitu kira-kira pesan si
psikolog muslim itu kepada sang ibu.

Mendengar cerita ini, si psikolog tadi tercngangan. Ia kaget mendapati
seorang seorang psikolog muslim memberi nasehat dengan kata-kata seperti
itu. Karena bagaimana tidak? Nasihat psikolog muslim tersebut nyata-nyata
didasarkan pada teori Freud.

Sigmund Freud menyatakan bahwa kepuasaan insting seksual seorang anak pada
usia ini diperoleh dengan cara menahan dan mengeluarkan kotoran. Halitu akan
sedikit banyak membuat anak kerap menggaruk bokongnya berkali-kali sebagai
sebuah kenikmatan. Freud memang beranggapan sumber kebahagiaan manusia
bukanlah agama, namun seksualitas. Agama justru sebaliknya. Ia adalah ilusi.
Ilusi yang sengaja diciptakan manusia dari mimpi-mimpinya. Seperti jika kita
berdoa, kita tahu Tuhan tidak terlihat, tapi manusia sengaja “dihadirkan”
manusia agar yakin doanya makbul.

Ya kisah diatas dibacakan oleh DR. Malik Badri pada tahun 1975 dalam rapat
tahunan ke-4 Perkumpulan Ilmuwan Sosial Muslim (AMSS) Amerika dan Kanada.DR.
Malik Badri sendiri adalah seorang akademisi muslim asal Sudan yang kini
mengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Kebangsaan Malaysia. Saat itu
secara lantang ia membawakan makalah berjudul “*Psikolog Muslim dalam Liang
Biawak*”. Tulisan itu sendiri mengguncang denyut nadi tiap ilmuwan muslim
yang hadir atas sekularisme ilmu yang melanda mereka.

Kata akademisi yang beberapa bulan lalu sempat mengunjungi Indonesia itu,
pemakaian kalimat “dalam lubang biawak” sengaja dipakainya karena bersumber
dari hadis terkenal Nabi Muhammad SAW ketika beliau meramalkan bahwa akan
tiba saatnya nanti orang-orang Islam secara membabi buta mengikuti cara
hidup orang-orang Yahudi dan Kristen. *“Hal ini dengan indahnya diungkapkan
dalam pernyataan nabi: bahkan jika mereka masuk dalam lubang biawak
sekalipun, orang Islam tanpa pikir panjang akan mengikutinya,*” tulis DR.
Malik Badri pada makalah yang kini telah menjadi buku berjudul “*Dilema
Psikolog Muslim*”.

Rupanya inflitrasi teori dari seorang pengikut mazhab Hasidisme Yahudi
bernama Sigmund Freud itu betul-betul menghabisi harga diri perempuan.
Tengoklah pengembangan ide yang digariskannya pada teori (maaf) *penis envy
*(kecemburuan penis) miliknya.

Menurut Freud, anak perempuan pada usia tiga tahun memiliki kecemburuan pada
anak lelaki. Mereka berkembang menjadi pribadi minder karena merasa iri
tidak memiliki penis layaknya anak laki-laki. Mulai detik itu, kata Freud,
perempuan mulai membenci dirinya. Ada perasaan tidak adil meliputi hati tiap
wanita cilik. Mereka tidak terima nasib ditakdirkan Tuhan berbeda jenis
kelamin dengan pria. Selanjutnya, terang psikologi Yahudi itu, jika hal ini
tidak teratasi, anak cenderung menjadi pribadi introvert dan rendah diri
pada masa dewasanya. Jadi masa lalu sangat mewarnai kehidupan masa depan.

Tidak hanya itu, Freud juga menguliti kepribadian anak-anak wanita dalam
titik terendah. Kata Freud, anak wanita berumur tiga tahun memiliki
keinginan untuk meniduri ayahnya, ya dalam arti sebenarnya. Kecintaan
besarnya terhadap ayah, membuat anak perempuan diwarisi kedengkian terhadap
seorang ibu. Inilah yang kemudian menjadi “sabda” dunia psikologi abad 20
atas apa yang disebut dengan Kompleks Oedipus.

Zakaria Ibrahim dalam bukunya *”Psikologi Wanita”* membeberkan fakta yang
lebih sadis lagi. Ia menemukan bahwa sebagian psikolog mengklaim proses
inilah yang menyebabkan kenapa banyak anak perempuan senang menyiram kebun.
Sebab dengan memegang selang air atau gagang penyiram, anak perempuan
merasakan seolah-seolah sedang memegang penis dan kencing dengan jarak yang
jauh. Pernahkah kita mendengar kisah Havlock Ellis tentang seorang pasien
wanita yang tersentak begitu mendengar suara pancuran air mancur? Ya
kira-kira seperti itu ide sinting Freud.

Setali tiga uang namun beda ruang, seorang feminis, Simone de Beauvoir,
berpendapat senada. Ia menilai bahwa pada gilirannya anak perempuan
menemukan pengganti penis pada boneka. Padahal penis merupakan mainan alami
bagi anak laki-laki karena ia menemukan alternatif dari keinginannya.
Karenanya, kata De Beauvoir banyak para pendidik menggunakan media boneka
bagi anak perempuan. Feminis Perancis yang menulis buku berjudul “*The
Second Sex*” ini juga mengatakan jika perbedaan antara penis dan boneka
adalah bentuk yang pertama memiliki kelebihan berupa aktivitas dan
kemandirian ego, sedangkan boneka hanyalah sesuatu yang pasif tanpa memilki
kemampuan yang egois, walupun menyerupai tubuh manusia sesungguhnya.

Kita lihat betapa hancurnya teori ini jika kemudian diadopsi para psikolog
muslim, orangtua muslim, pendidik muslim, dan lain sebagainya baik secara
langsung maupun tidak. Bahwa memang benar jika manusia dipengaruhi oleh masa
lalu yang kelam, tapi tentunya tidak berarti manusia tenggelam menjadi
korban masa lalu secara berkepanjangan. Allah berfirman,

*“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati
Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
besar.*” (Al Ahzab 70-71)

Daniel Goleman, mantan redaktur sains tingkah laku di New York Times
mengatakan bahwa gambaran Freud tentang diri manusia merupakan model paling
dekat yang dapat diraih peradaban Barat. Di Seville, Spanyol pada tahun 1986
sekelompok ilmuwan bertemu, termasuk ahli-ahli psikologi, ilmuwan syaraf,
ahli genetika, antropolog, dan ilmuwan politik, dan menyatakan bahwa tidak
ada dasar ilmiah bagi anggapan bahwa manusia seperti yang digambarkan oleh
Freud. Freud dinilai mengada-ada dan terlalu memaksakan percepatan
kedewasaan psikologis manusia bahwa anak berumur tiga tahun sudah mempunyai
birahi tinggi untuk meniduri orangtuanya.

Bahwa manusia pernah memiliki masa lalu, iya. Tapi tidak kemudian masa depan
itu sudah ditentukan sejak dini. Karena banyak anak perempuan yang memiliki
masa terkelam sekalipun bisa berubah seiring hidayah dan ketakwaan. Karena
Islam tidak membunuh fitrah kebaikan. Bahwa manusia memiliki nafsu pasti,
tapi Islam menggarisi bahwa nafsu seksual bisa disalurkan ketika wanita
halal sudah digenggamnya. Akhirnya, Islam menjadikan pernikahan, bukan
sekedar pelampiasan nafsu manusia, tapi lebih daripada itu, Islam
menjadikannya sebagai jalan untuk membentuk generasi rabbani. Hasan Al Banna
dalam Hadits Tsulasa, berkata..

*“Kehidupan rumah tangga adalah ‘hayatul amal’. Ia diwarnai oleh beban-beban
dan kewajiban. Landasan kehidupan rumah tangga bukan semata kesenangan dan
romantika, melainkan tolong- menolong dalam memikul beban kehidupan dan
beban dakwah…”*

Jadi jelas hadis Rasulullah, yang menentukan seorang manusia menjadi Majusi,
Yahudi, dan Nashrani adalah orangtuanya. Tepatnya transfer pendidikan dari
orangtua untuk terus menjaga ketakawaan anaknya, jadi bukan masalah alat
kelamin. (pz/bersambung)



http://www.eramuslim .com/berita/laporan-khusus/mengapa-yang-dihancurkan-yahudi-pertama-kali-adalah-wanita-5.htm

Semoga artikel Mengapa Yang Dihancurkan Yahudi Pertama Kali Adalah Wanita? 5 bermanfaat bagi Anda.

Posting Komentar

AVairst - All Right Reserved.Powered By Blogger
Theme Designed Kumpulan artikel Menarik