Kreasi Ibu Rumah Tangga Tembus Mancanegara
Siapa sangka berawal dari iseng-iseng mempercantik pakaian dan kerudung
bekas milik anggota keluarganya, puluhan perempuan warga Kampung
Kiarapayung, Desa Mekarsari, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat
(KBB), yang sehari-harinya hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga
atau mengurus keluarga, kini seolah mendapat durian runtuh.
Para ibu rumah tangga itu setiap bulan selalu mendapat order berbagai produk kerajinan payet (hiasan manik-manik) dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, Cirebon, Pulau Sumatra, dan sejumlah wilayah lainnya di Indonesia. Luar biasanya lagi, kerajinan payet hasil kreasi ibu-ibu rumah tangga itu berhasil menembus pasar mancanegara. Padahal, kegiatan industri rumahan produk kerajinan payet itu baru berjalan kurang dari satu tahun. Omzetnya pun mencapai puluhan hingga ratusan juta per bulan bergantung pada banyaknya pesanan.
Sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Libanon, Uni Emirat Arab, Palestina, dan sejumlah negara lainnya, menjadi daerah pemasaran produk-produk hasil kerajinan industri rumahan kelompok ibu rumah tangga di Desa Mekarsari. Produk-produk payet yang dihasilkan antara lain berupa pakaian muslim, sarung, tas jinjing, hingga kerudung.
Menurut salah seorang perajin produk payet, Neneng (42), sebagian besar hasil produksi mereka dipasarkan ke beberapa negara di luar negeri, khususnya negara-negara muslim. Adapun sisanya memenuhi kebutuhan pasar lokal.
Salah satu permasalahan yang dihadapi para perajin untuk memenuhi permintaan pasar adalah soal waktu produksi yang terbilang cukup lama. Untuk menghasilkan sebuah kerudung payet misalnya, seorang pekerja memerlukan waktu lebih dari dua hari. "Kerajinan ini bermodal murah, tetapi butuh ketelatenan yang serius. Butuh beberapa hari bagi pemula untuk menyelesaikan satu kerajinan payet kerudung," ujar Neneng saat ditemui di Desa Mekarsari, Kamis (4/10/2012).
Teknis payet memang gampang-gampah susah. Sekilas, terlihat mudah dikerjakan karena hanya mengikuti gambar di pola. Namun ketika mulai menjahit pada pola di kain atau tas, kesulitan langsung menghampiri. Diperlukan konsentrasi tinggi serta ketelitian ketika memasang payet dalam pola yang sudah digambar.
Bagi para perajin yang jam terbangnya belum cukup tinggi, biasanya pemasangan payet tampak kurang rapi. Namun setelah jam terbangnya mencukupi, dengan sendirinya payet akan terlihat leih rapi dengan aneka macam pola. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah produk pun menjadi lebih singkat.
"Selain terus dilatih, inovasi produk baru pun menjadi keharusan agar produk-produk kami mampu bersaing dengan produk lainnya," kata Neneng.
Ia mengaku sangat bersyukur, meskipun hanya bertaraf usaha rumahan, produknya telah menjamur di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, produk payet asal Desa Mekarsari sudah cukup dikenal luas di sejumlah negara Asia Tenggara dan Timur Tengah.
"Harapannya ke depan, kami akan dibantu lagi dalam permodalan agar usaha kami, meskipun usaha rumahan, terus berkembang," ujar Neneng.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BKKBN KBB, Nur Djulaeha, mengatakan kerajinan payet merupakan kerajinan industri rumahan unggulan di Desa Mekarsari. Karena dinilai cukup menjanjikan, banyak ibu-ibu rumah tangga khususnya yang tidak bekerja akhirnya memutuskan ikut serta terjun dalam menggeluti industri rumahan ini.
"Awalnya hanya ada dua kelompok yang kami bina. Tapi sekarang terus bertambah. Makin banyak ibu-ibu yang ikut membuat kerajinan payet," kata Nur.
Kerajinan payet di Desa Mekarsari baru mulai dikembangkan pada Februari 2012 saat desa tersebut memperoleh bantuan dalam program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) di Kampung Kiarapayung, Desa Mekarsari.
"Jadi, desa ini dibina oleh lintas sektor. Ada Dinas Perdagangan, Keluarga Berencana, PKK, Dharma Wanita, GOW (Gabungan Organisasi Wanita, Red), dan lain-lain," kata Nur. (M Zezen Zainal M)bisniskeuangan.kompas.com/inspirasi
Para ibu rumah tangga itu setiap bulan selalu mendapat order berbagai produk kerajinan payet (hiasan manik-manik) dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Pasar Tanah Abang Jakarta, Cirebon, Pulau Sumatra, dan sejumlah wilayah lainnya di Indonesia. Luar biasanya lagi, kerajinan payet hasil kreasi ibu-ibu rumah tangga itu berhasil menembus pasar mancanegara. Padahal, kegiatan industri rumahan produk kerajinan payet itu baru berjalan kurang dari satu tahun. Omzetnya pun mencapai puluhan hingga ratusan juta per bulan bergantung pada banyaknya pesanan.
Sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Libanon, Uni Emirat Arab, Palestina, dan sejumlah negara lainnya, menjadi daerah pemasaran produk-produk hasil kerajinan industri rumahan kelompok ibu rumah tangga di Desa Mekarsari. Produk-produk payet yang dihasilkan antara lain berupa pakaian muslim, sarung, tas jinjing, hingga kerudung.
Menurut salah seorang perajin produk payet, Neneng (42), sebagian besar hasil produksi mereka dipasarkan ke beberapa negara di luar negeri, khususnya negara-negara muslim. Adapun sisanya memenuhi kebutuhan pasar lokal.
Salah satu permasalahan yang dihadapi para perajin untuk memenuhi permintaan pasar adalah soal waktu produksi yang terbilang cukup lama. Untuk menghasilkan sebuah kerudung payet misalnya, seorang pekerja memerlukan waktu lebih dari dua hari. "Kerajinan ini bermodal murah, tetapi butuh ketelatenan yang serius. Butuh beberapa hari bagi pemula untuk menyelesaikan satu kerajinan payet kerudung," ujar Neneng saat ditemui di Desa Mekarsari, Kamis (4/10/2012).
Teknis payet memang gampang-gampah susah. Sekilas, terlihat mudah dikerjakan karena hanya mengikuti gambar di pola. Namun ketika mulai menjahit pada pola di kain atau tas, kesulitan langsung menghampiri. Diperlukan konsentrasi tinggi serta ketelitian ketika memasang payet dalam pola yang sudah digambar.
Bagi para perajin yang jam terbangnya belum cukup tinggi, biasanya pemasangan payet tampak kurang rapi. Namun setelah jam terbangnya mencukupi, dengan sendirinya payet akan terlihat leih rapi dengan aneka macam pola. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah produk pun menjadi lebih singkat.
"Selain terus dilatih, inovasi produk baru pun menjadi keharusan agar produk-produk kami mampu bersaing dengan produk lainnya," kata Neneng.
Ia mengaku sangat bersyukur, meskipun hanya bertaraf usaha rumahan, produknya telah menjamur di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, produk payet asal Desa Mekarsari sudah cukup dikenal luas di sejumlah negara Asia Tenggara dan Timur Tengah.
"Harapannya ke depan, kami akan dibantu lagi dalam permodalan agar usaha kami, meskipun usaha rumahan, terus berkembang," ujar Neneng.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BKKBN KBB, Nur Djulaeha, mengatakan kerajinan payet merupakan kerajinan industri rumahan unggulan di Desa Mekarsari. Karena dinilai cukup menjanjikan, banyak ibu-ibu rumah tangga khususnya yang tidak bekerja akhirnya memutuskan ikut serta terjun dalam menggeluti industri rumahan ini.
"Awalnya hanya ada dua kelompok yang kami bina. Tapi sekarang terus bertambah. Makin banyak ibu-ibu yang ikut membuat kerajinan payet," kata Nur.
Kerajinan payet di Desa Mekarsari baru mulai dikembangkan pada Februari 2012 saat desa tersebut memperoleh bantuan dalam program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) di Kampung Kiarapayung, Desa Mekarsari.
"Jadi, desa ini dibina oleh lintas sektor. Ada Dinas Perdagangan, Keluarga Berencana, PKK, Dharma Wanita, GOW (Gabungan Organisasi Wanita, Red), dan lain-lain," kata Nur. (M Zezen Zainal M)bisniskeuangan.kompas.com/inspirasi
Semoga artikel Kreasi Ibu Rumah Tangga Tembus Mancanegara bermanfaat bagi Anda.
Posting Komentar